Senin, 18 Januari 2016

Tears and Rain (Chapter 3)


Hanya ada satu orang pria yang berhasil membuat Park Soo Jin lupa akan cinta nya yang telah tiada. Pria itu bernama Lee Seung Joon.

Hari ini, Seung joon datang ke boutique milik Soo jin dengan menggunakan kaos putih dan sweatpants yang terlihat sangat nyaman. Ia menggunakan kacamata hitam di hari yang sedang mendung. 

"Terpesona melihatku?" Seung joon menatap gadis itu dengan sangat percaya diri. 

“Tidak. Jadi, apa yang membuatmu datang kesini?” Soo bertanya acuh meskipun dalam hati ia senang atas kedatangan Seung joon.

“Aku hanya ingin membuat baju. Kau bisa kan membuat baju untuk pria? I want it to be perfect.” 

Soo jin merasa diremehkan. Meskipun ia hanya fokus membuat gaun pengantin, bukan berarti ia tidak mampu membuat pakaian pria. Tidak sedikit pelanggan pria yang ingin dibuatkan baju olehnya, namun selalu ia batasi karena pekerjaan yang menumpuk.

“Yaa!!! Aku ini bukan designer sembarangan, mana mungkin aku tidak bisa membuatkan baju untukmu, hari ini aku akan mengukur tubuhmu? Kalau aku bisa membuat baju yang sesuai dengan keinginanmu, kau harus mentraktirku, dan kau tetap harus membayar, INGAT ITU!!”, dengan cekatan Soo jin mengambil meteran.


Soo jin sangat serius jika menyangkut tentang pekerjaannya, karena memang itu yang ia impikan sejak kecil. Dengan hati-hati ia mengukur tubuh Seung joon. Meskipun ia memiliki banyak pegawai tapi ia selalu terjun langsung dalam segala kegiatan produksi. Ia ingin semuanya terlihat sempurna. Tanpa ia sadari, Seung joon terus memperhatikannya.

“Seung joon-ssi! Tubuh mu terlalu tinggi. Aku tidak…”. Belum selesai Soo jin bicara, Seung joon segera menekuk lututnya. Tatapan mereka bertemu.


Karena terlalu gugup, Seung joon segera membenarkan posisi berdirinya. Ia sama sekali tidak bisa menutupi rasa malunya. Jantungnya kembali berdetak dengan sangat cepat karena gadis itu. Hanya Soo jin wanita yang membuat otaknya tidak bekerja dengan semestinya.

Soo jin yang juga merasakan hal yang sama, mencoba memakluminya. Ia berjinjit agar bisa mengukur lebar dada Seung joon.

Soo jin angkat bicara. Ia harus mengurangi kegugupan diantara mereka. “Kau memiliki dada yang bidang,”.

“Aku tahu itu, semua orang selalu memuji betapa tampannya aku, tubuhku yang atletis,..” Seung joon terus membanggakan dirinya sendiri. Soo jin hanya bisa menghela nafas.

Karena kurang konsentrasi, Soo jin kehilangan keseimbangan. Soo jin berhasil menimpa tubuh Seung joon. Untuk kedua kalinya, tatapan mereka bertemu.


Soo jin tidak bisa menutupi wajahnya yang mulai bersemu merah. Apa yang harus kulakukan? Tanya nya dalam hati.


Begitu juga dengan Seung joon. Ia segera memalingkan wajahnya, ia tidak berani menatap mata Soo jin terlalu lama. Mata indah yang selalu mengeluarkan air mata.


Soo jin tidak juga mengangkat tubuhnya dari tubuh Seung joon. Kali ini, ia bisa mencium harum tubuh pria itu. Entah parfum apa yang ia gunakan. Tapi, sudah jelas ia akan betah untuk berlama-lama disisinya, sangat nyaman. Aroma tubuhnya membangkitkan memori di masa lalu.


“Soo jin-ssi.. Berapa lama kau akan tidur diatas tubuhku?” Seung joon menyadarkan Soo jin dari lamunannya.


“Jeosonghamnida Seong joon-ssi,” Soo jin segera bangkit. Ia melanjutkan mengukur tubuh Seung joon yang tentunya ditemani rasa gugup berkelanjutan.


Ia tidak pernah menyangka bahwa ia bisa jantungnya bisa berdetak tak beraturan hanya dengan mengukur tubuh seorang pria. Sudah banyak pria yang ia ukur, tetapi tidak ada yang pernah membuatnya merasakan hal seperti ini.


“Berapa lama bajuku akan selesai?” Tanya Seung joon sambil mengenakan kacamatanya kembali.


Soo jin berpikir sejenak. “Sekitar 5 hari belakangan ini aku sedang sibuk, tapi nanti akan kutelfon agar kau bisa melakukan fitting baju.”


“Baiklah, akan kutunggu” Seung joon segera melangkah pergi.




Selasa, 12 Januari 2016

Tears and Rain (Chapter 2)


“Hai, apa kabar nona? Kau terlihat semakin cantik saja, semoga kecantikanmu akan terpancar dalam pemotretan kali ini. HWAITING!!” Soo jin dengan semangat menyapa gadis bertubuh semampai yang akan menjadi model untuk koleksinya kali ini.

Dari arah seberang, lelaki tampan yang berhasil menarik perhatian para kru sibuk mengotak-ngatik lensa kamera kesayangannya. Karismanya sungguh terpancar dari tubuh tegap itu.

Seorang gadis yang tidak lain adalah Park Soo Jin menghampiri sang fotografer untuk berbincang tentang tema dari koleksinya. “Permisi, perkenalkan nama saya Park Soo Jin, saya adalah designer untuk pemotretan hari ini.” Ia menepuk pelan pundak lelaki itu.

Tatapan mereka bertemu. Mereka saling memandang dalam waktu yang cukup lama. Soo jin tersadar lebih dulu.

“Ehem.. Jadi, tema kali ini..” Soo jin gugup setengah mati karena ditatap oleh sepasang mata tajam itu. Sangat tampan. Itulah kesan yang diberikan Soo jin pada lelaki yang saat ini sedang fokus pada kamera di genggamannya.

“Saya Lee Seung Joon, mohon kerjasamanya.” Ia segera berpaling meninggalkan Soo jin yang masih terpaku menatap punggung itu. Lelaki tersebut berubah menjadi dingin. Soo jin bertanya dalam hati, kemana seseorang yang menabraknya kemarin. Saat itu, ia terasa sangat hangat. Kali ini, ia adalah orang yang sepenuhnya berbeda. Terasa sangat jauh.

***** 

Pemotretan berjalan dengan lancar. Isu tentang Lee Seung Joon memang benar adanya. Ia tidak hanya tampan namun juga sangat piawai dalam menggunakan kamera. Hasil fotonya berhasil membuat Soo jin senang. 

Malam ini terasa dingin. Soo jin merapatkan cardigan cashmere yang melekat di tubuhnya. Ia mengamati foto demi foto pemotretan hari ini. Senyum terukir di wajahnya setelah sekian lama. “Perasaan apa ini?,”batinnya. Ia beralih dari laptopnya dan menatap bintang-bintang yang menghiasi malam yang gelap. 

I wish u were here beside me. But, it’s really impossible, right? 

Soo jin kembali larut dalam kerinduan akan kehadiran kekasihnya yang telah tiada.

“Aku lapar…” Soo jin bergumam. Ia beranjak dari kursinya yang nyaman untuk mencari sebuah mie instan. Tak satupun, ia menemukan sebungkus mie. Bahkan seorang fashion designer terkenal pun bisa tidak mempunyai makanan di rumahnya. 

Setelah tidak menemukan satu pun makanan di rumahnya, Soo jin memutuskan untuk bersantai sejenak sambil menikmati semangkuk mie instan di sebuah mini market.  

Di pintu keluar, Soo jin kembali menabrak seseorang, sudah dua kali dalam hari yang sama. “Hei, apakah kau suka menabrak orang?” Tanya seseorang yang memiliki suara yang sama dengan pria bernama lee Seung Joon itu.  

Soo jin mengangkat kepalanya. Laki-laki itu memang jauh lebih tinggi, sehingga mengharuskannya untuk mendongak.  


Soo jin tersontak kaget. “Kenapa kau bisa ada disini?” Tanyanya dengan sangat heran.
 
“Apakah itu sesuatu yang tidak mungkin?” Yang ditanya malah balik bertanya. Soo jin heran dengan kelakukan pria yang satu ini. Aneh, misterius, tapi mampu membuat jantungnya berdesir. Sihir apa yang ia berikan hingga mampu membuatnya menjadi seperti ini?  

Minggu, 10 Januari 2016

Tears and Rain (Chapter 1)


Hujan tak henti-hentinya membasahi kota Seoul sejak matahari mulai menampakkan wajahnya. Di sebuah restoran Eropa, seorang gadis duduk termenung sambil menatap nanar tetesan-tetesan air yang berhasil menutupi seluruh kaca. Entah apa yang sedang dipikirkan gadis berambut panjang itu. 

“Yaa!! Park Soo jin, apa yang sedang kau pikirkan? Ayo cepat.. kita sudah ditunggu klien!” Seorang gadis bertubuh kurus menarik tangan gadis bernama Soo jin tersebut.  

Soo jin merasa sakit, namun rasa sakit itu tidak bisa mengalahkan luka yang ada di hatinya, “Yuna-ya..., apa yang akan kau lakukan jika laki-laki yang sangat kau cintai muncul kembali dalam mimpimu?? Dan ia telah memberikanmu kenangan yang terlalu sulit untuk kau lupakan, apa yang akan kau lakukan?”. 

“Soo jin-a.. sadarlah!! Ia sudah tiada, apa kau akan terus begini?? Ini sudah terlalu lama, dan kau masih belum melupakannya?? Astaga.. Apa yang harus kulakukan agar membuatmu sadar, hah??” Yuna semakin meninggikan suaranya. Soo jin hanya terdiam lemah tak berdaya. Yuna segera mengajak Soo jin pergi meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan indah akan perjalanan cinta sahabatnya itu.  

Dengan tergesa-gesa, mereka pergi ke boutique yang tidak jauh dari restoran Eropa tersebut. Dibawah lindungan payung, seseorang dari arah yang berlawanan menabrak Soo jin hingga buku-buku yang ia pegang berhamburan ke jalan. 

“Ah..maaf maaf,” ujar seorang laki-laki.
 
Gadis yang tadi ditabraknya hanya terdiam. Saat hendak merapikan buku-bukunya yang terjatuh, lelaki tersebut dengan sigap mengambil dan membantu merapikannya. 
    
“Saya mohon maaf sekali lagi” Ucap lelaki tersebut sambil menatap gadis yang berdiri di depannya itu. Mata mereka bertemu. Selama beberapa detik, mereka hanya terdiam saling menatap wajah masing-masing. Soo jin menyelipkan helain rambutnya yang terurai, kebiasaan yang selalu ia lakukan saat merasa gugup. 

“Apa kau baik-baik saja?” tanyanya penuh dengan kecemasan.
   
“Ne, nan gwenchana.., terima kasih telah mengambilkannya. Saya pergi dulu,” Soo jin segera beranjak meninggalkan lelaki yang tak kunjung melepaskan pandangannya dari Soo Jin.


***** 

                                         
Setelah bertemu klien yang meminta untuk melakukan fitting gaun pernikahan, Soo jin kembali hanyut dalam pekerjaannya untuk mempersiapkan pemotretan yang besok akan dilakukan sejak pagi hari. 

“Yuna-ya, apa semua gaun telah siap?? Besok kita akan  melakukan pemotretan, dan siapa nama fotografer itu? Soo Jin merapikan sketsa-sketsa yang tergeletak diatas meja kerjanya. 

“Ohh.. itu, namanya Lee Seung Joon. Dan kau tahu, ada gossip yang mengatakan kalau ia sangat tampan,di usianya yang masih sangat muda ia berhasil meraih berbagai penghargaan internasional, tapi aku juga belum pernah melihat wajahnya. Semoga saja isu tersebut benar, aku tidak sabar menantikan hari esok,” Tanpa sadar Yuna menumpahkan teh di meja kerja Soo jin.  

“Kim Yuna!!! Astaga, kau membasahi sketsaku, apa yang akan kau lakukan dengan koleksi untuk musim depan?” Soo jin menggoda sahabatnya yang satu itu. Namun Yuna segera melesat keluar ruangan dengan kecepatan seperti angin. Yuna dan Soo jin telah bersahabat sejak mereka masih berumur 6 tahun. 
   
(flashback)

“Hai, namaku Kim Yuna,” Ucap gadis kecil dengan rambut berkuncir dua itu sambil mengulurkan tangannya. 
Tak ada respons dari gadis bernama Park Soo Jin itu. Ia masih terhanyut dalam kertas di hadapannya. 

Bukan Yuna namanya jika ia cepat menyerah. “Daebak… gambarmu bagus sekali. Aku ingin mengenakan gaun itu saat aku menikah nanti, Apakah kau mau membuatkannya untukku?” 

Soo jin mengangkat wajah yang sedari tadi tertunduk karena terlalu fokus, “Maaf?” 

“Apa kau mau membuatkan gaun itu saat aku menikah?,” Yuna mengulang apa yang baru saja dikatakannya.
 
“Apa kamu serius?,” Soo jin tidak menyangka seseorang mau mengenakan gaun yang ia baru saja gambar, kebahagiaan tersirat di wajah nya yang mungil itu. 

“Tentu saja, aku tidak pernah melanggar janji yang kubuat,” jari kelingkingnya ia tautkan pada jari kelingking Soo jin.  
 
“Yaksok,”
   
(flashback end)

Sifat Soo Jin dan Yuna memang bertolak belakang. Namun hal itulah yang membuat persahabatan mereka bertahan hingga sekarang. Bahkan Yuna rela meninggalkan impiannya untuk menjadi dokter dan memutuskan menjadi asisten pribadi Soo jin. Menurut Yuna, Soo jin seperti porcelain yang sangat rapuh, oleh karena itu sebagai sahabat yang juga merangkap pekerjaan sebagai kakak, ia akan selalu melindungi adik kecilnya itu. 

Soo jin berniat pulang setelah semua pekerjaanya beres. Namun kejadian tabrakan tadi melintas dipikirannya. Setelah dipikir-pikir, ia merasa seperti pernah melihat pria yang menabraknya itu di suatu tempat. Tatapan mata tajam seakan hendak menerkam, tetapi tersimpan sebuah kehangatan dibalik semua itu. Sesuatu yang sangat ia rindukan.